BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1.
Dukungan
Suami
Dukungan secara harfiah yaitu
gendongan, sokongan, bantuan. Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup
seorang istri atau perempuan (Poerwadarminta, 2005).
Landasan teori mengenai dukungan
suami didasarkan pada teori teori dukungan sosial, dikarenakan dukungan sosial
dapat bersumber dari mana saja, terutama orang terdekat secara emosi. Gold
Berger dan Breznit (Aristianti,2000) menyatakan dukungan sosial dapat bersumber
antara lain, suami, orangtua, kerabat, anak, saudara kandung, rekan
kerja,tetangga dan lain lain.
Johnson & johnson (Rama,
2005) menyatakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang diandalkan
untuk dimintai bantuan,dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami
kesulitan. Sarason (Rohman,dkk, 1997,51-59) menyimpulkan dukungan sosial
sebagai keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
yang dapat dipercaya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan
suami adalah tindakan yang diberikan suami pada istri dimana suami dapat
memberikan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima istri
dari suami, dalam bentuk dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan
informasi. Menurut Sarafino (1994), dukungan sosial dapat dilihat dari empat
aspek, yang dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1 Aspek dukungan suami
Aspek
dukungan suami
|
Keterangan
|
Dukungan
emosional
|
Ekspresi
rasa empati, perduli, dan fokus pada orang tersebut.
Memberikan
seseorang tersebut rasa nyaman, dilindungi, dimiliki, dan dicintai.
|
Dukungan
penghargaan
|
Penilaian
positif pada seseorang, setuju dengan ide dan perasaan seseorang tersebut,
umpan balik dari individu .
|
Dukungan
instrumental
|
Bantuan
benda, waktu, untuk meringankan beban seseorang. kontribusi nyata berupa
bantuan atau tindakan fisik dalam menyelesaikan tugas
|
Dukungan
informasi
|
Pemberian
saran, perintah, nasehat, atau bimbingan yang berhubungan dengan kemungkinan
penyelesaian suatu masalah
|
Dukungan suami dalam menghadapi
kehamilan maupun persalinan sangatlah berarti, dimana suami dapat menumbuhkan
rasa percaya diri pada istri, sehingga mentalnya cukup kuat dalam menghadapi
proses persalinan. Membantu istri dalam menyiapkan semua kebutuhan bayi,
memperhatikan secara detail kebutuhan istri dan menumbuhkan rasa percaya diri
serta rasa aman. Selain itu suami dapat bekerjasama dengan anggota keluarga dan
teman terdekat memberikan dukungan yang positif (Narulita, 2006).
a. Dukungan keluarga dan teman
Dukungan yang diberikan oleh
keluarga maupun teman merupakan salah satu dukungan yang dibutuhkan oleh ibu
yang akan melahirkan, dimana ibu saat melahirkan membutuhkan bantuan untuk
menyediakan perawatan selama kehamilan maupun menunggu proses persalinan
terjadi (Matterson, 2001,hal.142).
b. Dukungan tenaga kesehatan
Selama masa kehamilan dan
persalinan terjadi, ibu primigravida trimester III mendapat dukungan dari
tenaga kesehatan salah satunya adalah bidan, diman ibu primigravida trimester III
diberi arahan, dan kebutuhan apa saja selama kehamilan dan persalinan nantinya
misalnya cara merawat payudara, cara menyusui serta memantau status kesehatan
ibu primigravida trimester III (Matterson, 2001,hal.142).
2. Persiapan
Menghadapi Persalinan
a.
Pengertian persalinan
Persalinan merupakan hal penting
yang akan dihadapi ibu hamil, dimana seorang ibu akan segera merawat bayi yang
dikandungnya selama berbulan-bulan dan akan segera merasakan ada anggota baru
(Arief, 2008,hal.176). Persalinan adalah rangkaian peristiwa mulai dari his
teratur sampai dikeluarkannya produk konsepsi (janin, plasenta, amnion, dan
cairan amnion) dari uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau dengan kekuatan sendiri (Sumarah, 2009). Persalinan
merupakan suatu keadaan yang perlu dipersiapkan oleh seorang ibu. Ibu harus
tahu apa yang harus dilakukan dalam mempersiapkan persalinan tersebut. Reaksi
calon ibu terhadap persalinan secara umum tergantung pada persepsinya tentang
persalinan. Tidak adanya persiapan sebelum melahirkan dapat menyebabkan
timbulnya kesalahan persepsi ibu tentang persalinan sehingga ibu menjadi tidak
tenang, takut dan ragu-ragu dalam mengahadapi persalinan, keadaaan tersebut
dapat mengganggu kelancaran proses persalinan (Kartono, K. 1998 dalam Hartati,
2009). Oleh karena itu, penting bagi setiap ibu hamil mempersiapkan proses
persalinan dengan sebaik-baiknya (Muhimah dan Safe’i,2010,hal.53).
b.
Proses Persalinan
Proses persalinan, menurut
Pillitteri, Adele (2002) dalam “Buku saku
perawatan kesehatan ibu and anak” terdiri dari 3 tingkatan atau 3 kala
sebagai berikut yaitu : (Pillitteri, Adele, 2002).
1)
Kala
satu persalinan merupakan permulaan kontraksi persalinan sejati yang ditandai
oleh perubahan serviks yang progresif dan diakhiri dengan pembukaan lengkap (10
cm). Kala satu dibagi menjadi dua fase yaitu laten dan aktif yaitu :
a)
Fase
laten yaitu adalah periode waktu dari awal persalinan hingga ke titik ketika
pembukaan mulai berjalan secara progresif yang umumnya dimulai sejak kontraksi
mulai muncul hingga pembukaan tiga sampai empat sentimeter atau permulaan fase
aktif. Selama fase laten berlangsung bagian presentasi mengalami penurunan
sedikit hingga tidak sama sekali. Kontraksi terjadi lebih stabil selama fase
laten seiring dengan peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas dari setiap
10 menit sampai 20 menit, berlangsung 15 detik sampai 20 detik, dengan
intensitas ringan.
b)
Fase
aktif adalah periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan hingga pembukaan
menjadi komplet dan mencakup fase transisi. Pembukaan umumnya dimulai dari tiga
sampai empat sentimeter (atau pada akhir fase laten) hingga 10 sentimeter.
Penurunan bagian presentasi janin yang progresif terjadi selama akhir fase
aktif dan selama dua persalinan.
c)
Fase
transisi selama terjadi, wanita mengakhiri kala satu persalinan pada saat
hampir memasuki dan sedang mempersiapkan diri untuk kala dua persalinan.
Sejumlah besar tanda dan gejala, termasuk perubahan perilaku, telah
diidentifikasi sebagai petunjuk transisi ini. Tanda dan gejala fase transisi
diantaranya adalah adanya tekanan pada rektum, berulang kali pergi ke kamar
mandi, tidak mampu mengendalikan keinginan untuk mengejan, ketuban pecah,
penonjolan dan pendataran rektum dan perinium, bunyi dengkuran pada saat mengeluarkan
napas.
2)
Kala
dua persalinan dimulai dengan dilatasi lengkap serviks dan diakhiri dengan
kelahiran bayi. Kala dua dibagi menjadi tiga fase yaitu:
a)
Fase
I : periode tenang : dari dilatasi lengkap sampai desakan untuk mengejan atau
awitan usaha mengejan yang sering dan berirama.
b)
Fase
II : mengejan aktif, dari awitan upaya mengejan yang berirama atau desakan
untuk mendorong sampai bagian presentasi tidak lagi mundur diantara usaha
mengejan.
c)
Fase
III : perineal, dari cronwning (mengejan) bagian presentasi sampai
kelahiran semua tubuh bayi.
3)
Kala
tiga persalinan dimulai dengan saat proses kelahiran bayi selesai dan berakhir
dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta.
Kala tiga persalinan berlangsung rata-rata antara 5-10 menit. Adapun kala tiga
terbagi dalam dua fase yaitu :
a)
Pelepasan
plasenta adalah hasil penurunan mendadak ukuran kavum uterus selama dan setelah
kelahiran bayi, sewaktu uterus berkontraksi mengurangi isi uterus. Pengurangan
ukuran uterus secara bersamaan berarti penurunan area pelekatan plasenta.
b)
Pengeluaran
plasenta adalah dimulai dengan penurunan plasenta ke dalam segmen bawah uterus.
Plasenta kemudian keluar melewati serviks ke ruang vagina atas, dari arah
plasenta keluar.
c.
Persiapan Persalinan
Persiapan diartikan sebagai suatu
program instruksi yang bertujuan tertentu dan berstruktur (Matterson, 2001,hal.141).
Persiapan persalinan bertujuan untuk menyiapkan semua kebutuhan selama
kehamilan maupun proses persalinan. Persiapan persalinan adalah segala sesuatu
yang disiapkan dalam hal menyambut kelahiran anak oleh ibu hamil. Persiapan
persalinan pada trimester III meliputi faktor resiko ibu dan janin, perubahan
psikologi dan fisiologi, tanda-tanda bahaya dan bagaimana meresponnya, perasaan
mengenai melahirkan dan perkembangan bayi, tanda-tanda saat hendak melahirkan,
respon terhadap kelahiran, ukuran-ukuran kenyamanan situasi kelahiran cesar dan
perawatan yang terpusat pada keluarga (Matterson, 2001,hal.141).
Persiapan persalinan merupakan
salah satu program pada desa. Siaga yaitu desa yang penduduknya memiliki
kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah- masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara
mandiri. Dalam program desa siaga dimana para bidan desa, tokoh masyarakat,
ikut aktif berperan menangani kesehatan dan membantu persalinan kepada ibu
hamil dan ibu melahirkan dan melakukan pemeriksaan ibu (Depkes, 2004,hal 23).
Arfian c. Atmaja, Ada beberapa hal
tentang persiapan untuk menghadapi persalinan:
1)
Menanyakan HPL pada Bidan atau Dokter
Apa itu HPL? itu singakatan dari Hari
Perkiraan Lahir, biasanya pasti akan di beri tahu oleh dokter atau bidan ketika
awal pemeriksaan kehamilan. Maka ketika HPL itu sudah kita ketahui, setidaknya
ada gambaran perkiraan kapan si jabang bayi akan lahir (walau tentunya Allah
yang menentukan). Dengan itu kita bisa berhemat untuk bisa melakukan hal yang
kedua ini.
2)
Menabung untuk semua biaya yang dibutuhkan.
Ini persiapan kedua, tentunya ada
kaitannya dengan persiapan pertama.
Dengan mengetahui HPL, maka kita bisa menabung dengan bekal perkiraan lahir tersebut. Yang dibutuhkan tentunya banyak, tapi yang paling utama adalah biaya persalinan.
Dengan mengetahui HPL, maka kita bisa menabung dengan bekal perkiraan lahir tersebut. Yang dibutuhkan tentunya banyak, tapi yang paling utama adalah biaya persalinan.
3)
Menyiapakan pendonor darah
Ini terkadang diperlukan, walau
mudah-mudahan kita dijauhkan dari hal ini.Ibu yang melahirkan tentunya banyak
kehilangan darah, jika itu berlebihan maka pendonor darah jadi sangat
diperlukan untuk tambahan banyak darah yang hilang. Maka dengan pengetahuan
golongan darah istri, kita bisa persiapkan kira-kira siapa nanti yang bisa
menjadi pendonor darah bagi istri kita tercinta.
4)
Mempersiapkan Kendaraan
Ini tentunya tak kalah pentingnya,
bahkan bisa jadi hal yang sangat penting khususnya bagi para penduduk pedesaan
yang jauh dari tempat persalinan atau rumah sakit. Tidak perlu ngedadak beli
mobil, tapi setidaknya ketika mendekat HPL kita harus mulai pikirkan mobil /
kendaraan siapa nih yang mau kita pinjem.
5)
Menyiapkan persalinan di rumah
Ini persiapan selanjutnya untuk opsi
terakhir, ketika pergi untuk melangsungkan persalinan di dokter atau bidan
tidak memungkinkan. Maka ada beberapa hal yang harus kita persiapkan juga di
rumah, diantaranya:
a)
Siapkan ruangan yang terang
b)
Siapkan Tempat tidur yang bersih
c)
Air bersih dan sabun-sabunan
d)
Handuk dan pakaian bayi untuk dipakai setelah lahir
e)
Kain dan baju bersih untuk ibu setelah melahirkan
Persiapan persalinan yang aman adalah rencana tindakan
yang dibuat bersama antara ibu hamil, suami dan bidan pada waktu ibu hamil
memasuki Trimester III untuk memastikan bahwa ibu dapat menerima asuhan yang
diperlukan pada saat persalinan dan memastikan ibu melahirkan dengan tenaga
kesehatan terampil. Persiapan persalinan merupakan segala usaha yang ditujukan
untuk persiapan ibu dalam menghadapi persalinan.Persiapan persalinan yang
direncanakan bersama bidan, diharapkan dapat menurunkan kebingungan dan
kekacauan pada saat persalinan.
Kenyataannya ibu hamil yang belum pernah melahirkan
tidak melakukan persiapan persalinan. Pada ibu primigravida trimester III dalam
mempersiapkan persalinannya dapat mempunyai perasaan takut, gembira bercampur
bingung karena akan menghadapi persalinan yang merupakan pengalaman pertama.
Kekhawatiran akan hal-hal tersebut yang akan terjadi pada saat melahirkan,
seperti apakah bayi lahir sehat atau tidak, memikirkan tugas baru sebagai orang
tua dan mempersiapkan persalinannya. Jadwal persalinan yang semakin dekat wajar
timbul perasaan cemas ataupun takut meskipun inginsegera melepaskan beban dari
perutnya yang membesar. Padahal kurangmya persiapan persalinan menjadi salah
satu faktor penyebab tingginya AKI, karena ibu dan keluarga tidak memiliki
persiapan dalam menghadapi persalinan yang mungkin saja terjadi komplikasi
obstetri. Jika ternyata saat persalinan ditemukan adanya komplikasi obstetri
dan ibu tidak mengerti tentang persiapan yang dibutuhkan menjelang persalinan,
maka ibu tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dan tepat waktu sehingga
terjadi tiga keterlambatan dalam rujukan, yaitu: keterlambatan di tingkat
keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat keputusan untuk segera
mencari pertolongan, keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan
kesehatan, keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan
yang dibutuhkanya.
Dalam menghadapi persalinan seorang calon ibu dapat
mempercayakan dirinya pada bidan,dokter umum,dokter spesialis obstetri dan
ginekologi, bahkan seorang dukun untuk pemeriksaan secara teratur, melakukan
pengawasan hamil sekitar 12-14 kali sampai pada persalinan. Pertemuan
konsultasi dan menyampaikan keluhan, menciptakan hubungan saling mengenal
antara calon ibu dengan bidan atau dokter yang akan menolongnya. Kedatangannya
sudah mencerminkan adanya “Informed consent” artinya telah menerima
informasi dan dapat menyetujui bahwa bidan atau dokter itulah yang akan
menolong persalinannya. Sederet persiapan biasanya sudah dilakukan menjelang
kelahiran bayi. Mulai dari rencana persalinan seperti memilih
tempat persalinan, menentukan penolong persalinan, mempersiapkan transportasi,
merencanakan pola menabung, hingga mempersiapkan perlengkapan untuk ibu dan
bayi.
Dampak yang ditimbulkan jika ibu tidak melakukan
persiapan persalinan:
a)
Ibu kesulitan menentukan tempat persalinan
b)
Ibu tidak tahu berapa biaya yang harus disiapkan
c)
Ibu tidak tahu bahan-bahan apa saja yang dipersiapkan
untuk bayi
d)
Ibu tidak tahu apa yang akan terjadi pada proses
persalinan bila tidak mempersiapkan persalinan
e)
Ibu tidak bisa mengantisipasi resiko yang akan terjadi
pada saat persalinan.
3. Konsep Hubungan Antara Dukungan
Suami dengan Persiapan Persalinan
Kehadiran suami untuk memberikan
dukungan adalah hal yang sangatpenting bagi istri selama menjalani proses
persalinan, Banyak buktimenunjukkan bahwa suami yang melibatkan diri pada masa
kehamilan danpersalinan membawa dampak positif yang berguna bagi dirinya,
istri, danperkembangan anaknya (Dagun, 2002).
Penelitian oleh Keirse et al (1983)
membuktikan bahwa dukungan yangmembawa dampak positif adalah dukungan yang
bersifat fisik dan emosional.Dukungan tersebut meliputi beberapa aspek seperti
menggosok punggung ibu,memegang tangannya, mempertahankan kontak mata, ibu
ditemani oleh orang-orangyang ramah, dan ibu tidak menjalani proses persalinan
sendirian(Henderson, 2006).
Perasaan positif dan partisipasi
aktif ibu bersalin membuat kondisikejiwaan ibu lebih tenang yang sangat
mendukung kelancaran persalinan dantidak menyebabkan stres pada bayi. Hal ini
dapat difasilitasi dengan adanyadukungan dari suami saat proses persalinan
(Rose, 2007).
Hubungan dukungan suami dengan
persalinan dapatdiasumsikan dengan kelahiran merupakan proses fisiologis yang
diwarnaikomponen psikologis. Dengan menghindarkan atau mengurangi
strespsikologis ibu dan meningkatkan rasa sejahtera bagi ibu, dapat
mendorongproses fisiologis persalinan sehingga terjadi kemajuan persalinan (Simkin,2005).
Semakin besar dukungan yang
diberikan oleh suami kepada ibu padapersalinan, maka dapat menyebabkan perasaan
ibu menjadi lebih positif,ibu menjadi lebih tenang, dan semakin bersemangat
dalam menjalani prosespersalinan. Hal ini dapat memfasilitasi terjadinya
kemajuan proses persalinan.Sebaliknya, semakin kurang intensifnya dukungan
suami, mengakibatkan ibumenjadi pesimis menghadapi persalinan, perasaan ibu
menjadi tegang, ibusemakin merasakan rasa sakit dan nyeri persalinan, hal ini
dapat menggangguefisiensi kemajuan proses persalinan (Rose, 2007).
Selain persiapan persalinan,
masih banyak hal yang harus diperhatiakan untuk ibu hamil yang memasuki
Trimester III, diantaranya yaitu beban
Menghadapi Persalinan. Memasuki bulan-bulan terakhir, dimana istri sudah
bersiap menghadapi persalinan, sang suami harus mempersiapkan mentalnya lebih
kuat lagi. Pada periode trimester ke tiga akhir, selain beban tubuh istri
semakin berat, dia juga sering mengalami perasaan takut karena membayangkan
proses persalinan yang sulit dan kamar operasi. Oleh karena itu, suami harus
hadir sebagai pendamping yang bisa menyamankan kondisi istri. Selain itu,
kesiapan mental suami pun sangat diperlukan ketika harus menghadapi persalinan
yang berisiko. Pada banyak kasus, persalinan tidak bisa berjalan normal, ada
perdarahan, persalinan panjang, bayi terlilit tali pusat, sungsang, dan
sebagainya, yang bisa saja mengancam jiwa ibu. Bila mengetahui bahwa persalinan
nanti akan bermasalah, sebaiknya persiapan mental suami dilakukan jauh hari
sebelum persalinan. Dengan begitu bila nantinya diperlukan berbagai tindakan
darurat, suami sudah langsung bisa mengatasi kondisi mentalnya. Dukungan suami
sangat diperlukan agar psikis istri bisa terangkat saat menjelang proses
persalinan. Dengan begitu istri bisa lebih kuat, nyaman, percaya diri, dan
ringan ketika bersalin. Saat itu, rasa empati suami pun dapat tumbuh lebih
dalam,sehingga penghargaan terhadap perjuangan istri dan rasa sayang kepadanya
bisa tumbuh lebih sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar